Bangsa Argentina di masa pemerintahan pernah di pimpin oleh Junta Militer pada tahun 1976 sampai 1983, serta menyisakan sejarah kelam bagi rakyat Argentina pada dikala itu.
Pemerintahan Militer yang dikala itu di pimpin oleh Jenderal Jorge Rafael Videla berhasil merebut kekuasaan dan kemudian menguasai Argentina pada 24 Maret 1976, di mana dikala itu terjadi krisis ketidakstabilan politik dan juga meningkatnya kekerasan pasca simpulan hidup Presiden Juan Peron.
Selama kepemimpinan Jenderal Jorge Videla, Argentina mengalami masa paling suram dalam sejarah, dimana dikala itu pemerintahan rezim sangat diktator dan juga semena-mena.
para korban hilang Dirty War - image via bbc.com
Sepanjang 7 tahun pemerintahan tersebut, Argentina mengalami rezim yang sangat represif, dimana kekerasan terjadi tanpa pandang bulu, penganiayaan, penyiksaan, penculikan serta pencurian bayi yang gres di lahirkan, serta banyaknya kabar perihal orang hilang, dan menurut catatan jumlah korban jiwa jawaban kekejaman rezim Jorge Videla mencapai 30.000 orang, dan kasus ini kemudian di kenal dengan "Dirty War" atau "Perang Kotor".
Perang Kotor atau Dirty War pada dasarnya merupakan kegiatan terorisme negara dalam menanggapi apa yang kemudian dipahami sebagai tindakan subversi sayap kiri yang dituduh mengancam kestabilan negara.
Para penentang langkah-langkah ini sebaliknya menganggapnya sebagai salah satu taktik ketegangan yang sengaja dikembangkan untuk membenarkan suatu kegiatan rezim diktatorial yang sangat menindas rakyat
Kejahatan-kejahatan ini merupakan bab dari suatu rencana terorisme negara yang lebih meluas, sampai mencakup seluruh negara di bab Amerika Selatan, operasi ini disebut sebagai Operasi Burung Kondor, yang keberadaannya sekurang-kurangnya telah diketahui oleh Departemen Luar Negeri AS, yang dikala itu dipimpin oleh Henry Kissinger di bawah Presiden Richard Nixon..
image via macdermottsargentina.com
Akar dari terjadinya Dirty War diawali pada tahun 1955, dimana dikala itu Presiden Populis Juan Peron terguling dari pemerintahan. Saat itu terjadi periode politik yang sangat tidak stabil antara kediktatoran dan juga demokrasi.
18 tahun berikutnya Argentina di terpa oleh politik antagonis, beberapa terkait dengan pemberian untuk menimbulkan Argentina menjadi negara yang demokratis, dan yang lain mendukung militer dan juga orang-orang yang berkekuatan ekonomi.
Dan pada paruh pertama di tahun 1970-an konflik bersar terjadi dan tidak dapat terelakan antar para penguasa.
Pada tahun 1973 Juan Peron kembali ke Argentina dari pengasingannya, kemudian ia naik sebagai presiden ke-3 Argentina, namun alasannya yaitu keadaan dikala itu sangat kritis kemudian Peron kembali digulingkan, dan balasannya wafat pada tahun 1974.
Kemudian pada tahun 1975, Presiden Isabel Peron di bawah tekanan dari Militer, mengangkat Jenderal Jorge Videla yang dikala itu merupakan panglima tertinggi militer Argentina.
image via kpfa.org
Pada tahun tersebut Videla mengumumkan dalam pidatonya dan berkata :
"Sebanyak mungkin orang harus mati di Argentina sehingga negara mampu kembali aman dan terkendali,"
Kemudian Videla menggulingkan Presiden Isabel Peron pada 24 Maret 1976,dan kemudian ia diangkat sebagai Junta Militer yang berkuasa
Pada tahun 1976 salah seorang Jenderal mengatakan : "Kita harus membunuh 50.000 orang, diantaranya 25.000 orang yang Subversif, 20.000 orang simpatisan, serta 5000 orang yang terkait sayap kiri".
Di perkirakan jumlah orang Argentina yang di bunuh serta di bantai Junta Militer pada tahun 1976-1983 diperkirakan berjumlah 6.000 sampai 30.000 orang.
Setelah kejatuhan rezim militer, sebuah komisi sipil pemerintah memperkirakan jumlah mereka yang hilang dan tewas mendekati jumlah 11.000 orang.
Para korban meliputi tidak hanya dari kalangan gerilyawan bersenjata, tetapi juga siapapun yang di yakini bekerjasama dengan kelompok-kelompok radikal, termasuk para anggota dari serikat buruh, mahasiswa dan orang-orang yang dianggap berpandangan kiri.
Selain itu diperkirakan sekitar 900 orang lainnya di bunuh oleh pasukan militer, pembunuhan secara gerilya juga di taksir sekitar 1.500 orang, di tambah lebih dari 1800 orang di culik dan tidak pernah kembali
Penemuan Kuburan Massal
image via edition.cnn.com
Penemuan kuburan massal pasca pembantaian junta militer terkuak, terdapat lubang-lubang yang kemudian di gali, di temukan ratusan kerangka insan yang di kuburkan secara tidak layak, dan bahkan bertumpuk satu dengan yang lainnya.
Penemuan kuburan masal ini di temukan di sebuah sentra penahanan belakang layar yang dikenal sebagai Arsenal Miguel de Azcuenaga, yang terletak di kawasan utara Provinsi Tucuman, Argentina.
Tidak di ketahui secara pasti identitas dari tulang belulang tersebut, dan yang pasti mereka semua merupakan korban dari pada Dirty War atau Perang Kotor di masa lalu.
Para ilmuan sangat yakin dengan ratusan kerangka yang mereka temukan merupakan korban dari Dirty War, alasannya yaitu di temukan di beberapa tengkorak mereka bekas-bekas penyiksaan dan juga peluru yang bersarang di tengkorak para korban.
image via storify.com
Dan kini para hebat forensik sedang berusaha untuk menguak lebih jauh perihal identitas dari para korban tersebut. Seperti yang di katakan oleh Luis Fondebrider seorang Antropolog dari University of Buenos Aires, bahwa proses indentifikasi mampu berlangsung selama bertahun tahun.
Dan bagi para keluarga korban, pengungkapan identifikasi ini sangat penting, dengan keinginan untuk menemukan kembali orang-orang yang mereka cintai, sekaligus untuk menguak kembali luka lama.
"Sangat menyakitkan bagi para keluarga korban, pertama alasannya yaitu para korban tersebut menghilang tanpa jejak. Kedua, pada dikala para ilmuwan menginformasi identitas jasad dari para korban, bahwa orang-orang yang mereka cintai menemui simpulan hidup yang tragis,"
Sebut Nora Cortinas, ketua Mothers of the Plaza de Mayo, yaitu kelompok yang didirikan untuk mendukung para keluarga korban, menyerupai dimuat Daily Mail, pada 9 Desember 2013.
Akhir Kisah dari Para Diktator
Jorge Rafael Videla dikala di kawal polisi - image via articles.latimes.com
Memperingati 30 tahun semenjak berakhirnya pemerintahan Junta Militer yang diktator, mengingatkan mereka semua dengan orang yang paling bertanggung jawab terhadap kejahatan ini.
Jenderal Jorge Rafael Videla sang pemimpin eksekutor telah meninggal dunia pada usia 87 tahun, tepatnya pada 17 Mei 2013.
Videla menjalani hukuman penjara seumur hidup dikarenakan telah bersalah melaksanakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sang Diktator telah di penjara pada tahun 2010 dan bertanggung jawab atas simpulan hidup 31 orang yang dianggap membangkang selama masa pemerintahan junta militer pada tahun 1976-1983.
Sebelumnya Videla juga telah di jatuhi hukuman seumur hidup alasannya yaitu agresi penyiksaan, pembunuhan dan juga kejahatan lainnya pada tahun 1985, namun kemudian ia mendapat pengampunan berkat amnesti yang di berikan oleh presiden pada dikala itu, yaitu Carlos Menem, dan balasannya amnesti tersebut kemudian di batalkan oleh Mahkamah Agung.
Tuntutan hukuman lain juga di jatuhi oleh Videla pada kamis 5 Juli 2012, dimana ia di jatuhi hukuman 50 tahun penjara atas kejahatan mencuri puluhan bayi selama periode kepemimpinannya.
Tags:
Berita Unik